Kamis, November 10, 2011

Briefing Ulumul Qur`an Semester 1; Siap UTS

Urgensi mempelajari Asbabun Nuzul
                Dikatakan, ada beberapa urgensi mempelajari asbabun nuzul, namun yang paling urgen dan utama ialah untuk membantu memahami dan menafsirkan teks al-Qur`an, sehingga suatu ayat dapat jelas diketahui bagaimana dan seperti apa maksudnya. Al-Qur`an yang kita tahu bahwa tulisan dan bahasanya simpel, perlu dan membutuhkan hal lain untuk mengetahui isi kandungan di dalamnya agar umat bisa lebih mudah mengerti hukum dan aturan dalam al-Qur`an untuk dijadikan sebagai pedomannya. Nah untuk itu, salah satu jalannya ialah melalui mempelajari asbabun nuzul yang dengan suatu hal (peristiwa atau pertanyaan) ayat al-Qur`an diturunkan.
Sebagai contoh pada surat Al-Lail ayat 17-21
Ayat tersebut diturunkan tatkala Abu Bakar memerdekakan tujuh orang budak yang disiksa oleh pemiliknya karena membela agama Allah. Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa itu, sebagai janji Allah kepada hamba-hamba-Nya yang menafkahkan hartanya di jalan Allah.
Surat An-Nur ayat 6-9
Diceritakan, Hilal bin Umayah mengadu kepada Rasulullah bahwa istrinya berbuat zina. Nabi meminta bukti kepadanya, atau kalau tidak, ia sendiri yang akan dicambuk. Hilal berkata: “Wahai Rasulullah, sekiranya salah satu dari kami melihat seorang laki-laki lain beserta istrinya, apakah ia harus mencari bukti lebih dahulu?” Nabi tetap meminta bukti atau ia sendiri yang akan dicambuk. Hilal berkata: “Demi dzat yang mengutus engkau dengan kebenaran, sesunguhnya akulah yang benar. Mudah-mudahan Allah menurunkan sesuatu yang melepaskanku dari hukuman cambuk.” Maka turunlah Jibral dan mewahyukan ayat tersebut pada Nabi sebagai bentuk penyelesaian masalah.
Surat Al-Baqarah 222
Dari Anas berkata. “Bila istri orang-orang Yahudi haid, mereka keluarlah dari rumah, tidak diberi makan dan minum, dan di dalam rumah tidak boleh bersama-sama. Rasulullah ditanyai mengenai hal itu, maka Allah menurunkan ayat tersebut. Kemudian kata Rasulullah: “Bersama-samalah dengan mereka di rumah, dan berbuatlah segala sesuatu kecuali menggauli.”

Mengapa toh ada Nasakh MansukhI
                Melihat kondisi sosial masyarakat yang selalu berubah dan berkembang, perihal hukum tidaklah selalu tepat digunakan dalam suatu daerah. Ketentuan hukum yang pada masyarakat umum relevan diterapkan, kadang belum tentu bisa diterapkan di daerah masyarakat tertentu, karena mungkin kondisi struktur budaya yang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Memandang lagi struktur budaya dan situasi kondisi masyarakat yang belum bisa langsung menerima secara langsung bila suatu ketetapan hukum, total harus dilaksanakan oleh masyarakat, perlu adanya sikap perlahan-lahan untuk menuntun mereka kepada hukum yang dapat diterima. Dari sini timbul lah Nasakh Mansukh hukum yang memang Allah lakukan sebagai bentuk rahmat-Nya. Dikatakan rahmat, sebab hikmah daripadanya ialah menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Jadi kembali ke pertanyaan, “mengapa ada nasakh mansukh dalam al-Qur’an”, karena Allah menghendaki kemashlahatan dan kemudahan bagi umat untuk melaksanakan suatu hukum mengingat hukum itu sendiri terasa berat dan terlalu membebankan untuk dikerjakan. Lihat contoh ayat di bawah ini.
...........................................
Surat Al-Anfal ayat 65-66 tersebut diterangkan bila Allah mewajibkan untuk berperang satu lawan sepuluh. Namun kaum muslimin merasa keberatan, sehingga Allah memberi keringanan kepada mereka, yakni satu banding dua.

Muhkam dan Mutasyabih
                Mengenai muhkam mutasyabih, sejalan pengertian yang dikemukakan Shubhi al-Shalih, jika muhkam ialah ayat-ayat yang jelas makna dan lafadznya yang diletakkan untuk suatu makna yang kuat dan cepat dipahami. Sementara mutasyabihat adalah ayat-ayat yang masih bersifat global (mujmal), sulit dipahami (musykil), dan memerlukan takwil. Jadi muhkam itu sudah jelas maknanya dan mudah diketahui maksudnya secara langsung tanpa memerlukan penjelasan lebih lanjut. Sedang mutasyabihat itu belum jelas diketahui maknanya karena memang makna ayatnya sulit dimengeri, dipahami dan membutuhkan penjelasan lebih lanjut. Bahkan ayat mutasyabihat ada juga yang sama sekali tidak dimengerti maksud dan makna hakikinya, dan hanya Allah yang mengetahui. Berikut contohnya,
Muhkam
è Al-Fatihah ayat 1, 2, 4.
Dilihat dari segi makna, ketiga ayat tersebut sudah jelas maknanya, tak memerlukan penjelasan karena mudah dimengerti maksudnya.
Mutasyabihat
è Fawatihus Suwar
Ketersembunyian makna yang terkandung di dalam akhruful muqoththo’ah sebagaimana terdapat pada fawatihus suwar ini tidak bisa dimengerti maksudnya. Tidak ada yang mengetahui maksud dan hakikat maknanya kecuali Allah saja.
è Al-Rahman 27
Kemutasyabihan ayat itu terletak pada makna wajah Allah. Hal ini karena muncul kemusykilan terhadap dzat Allah yang mempunyai wajah.
è Al-Anbiya` 47
Melihat makna “timbangan” pada ayat tersebut terdapat kemusykilan bahwa bagaimana dan seperti apa timbangan yang tepat pada hari qiamat. Akal manusia tidak dapat menjangkau secara pasti maknanya.

0 comments:

Posting Komentar