Minggu, November 13, 2011

Berbagi Cerita Jogja

Berbagi Cerita Jogja
            Rasanya memang beruntung hidup di kota pelajar ini, terlebih karena tinggal di daerah desa padat tumbuhan yang membuat adem penduduknya. Serasa nyaman saja ditambah makanan yang relatif murah dibanding kota manapun, boleh dikatakan hanya perlu merogoh kocek Rp. 2.500 per nasi sayur untuk bisa makan kenyang. Mungkin kalau didengar, bagaimana bisa sekedar nasi sayur mengisi perut, apa nikmat? Loh, ini jogja, kota pelajar yang bukan saja terkenal dengan budayanya, namun living cost-pun dikenal relatif murah. Bermodal Rp. 2.500 --tidak lauk tambahan-- kita bisa mengambil nasi sebanyak mungkin, dapat memilih dan mencomot sayur sesuka hati, sekehendak hati, dan sebab ini tak tanggung-tanggung saya manfaatkan untuk menggoyang mulut serta mengenyangkan perut. Memang tidak seluruhnya warung disebut murah, tapi saya kira tidaklah jarang menemukan warung semurah itu di sudut-sudut desa dan kota jogja.
            Beromong suasana yang didapati di sini, saya cukup merasakan suasana yang saya inginkan, yaitu religiusitas dimana tampak pada pesantren. karena hidup saya yang terbiasa menjadi santri, yang kemudian membuat saya merasa lega dan nyaman hidup berpola sikap santri, situasi religius demikian inilah yang memang saya harapkan, baik mengaji, berbagi, kendati tak sepenuhnya corak watak pesantren sesuai kehendak hati.
            Tidak berhenti cukup di situ, sedikit melangkah keluar  dari desa yang kental dengan persawahan di sana-sini (saya menyukainya), keadaan kota yang memang kota terlihat sepanjang jalan. Hotel, Mall, hang out difasilitasi wifi, dan apapun sampai pada kampus dimana-mana yang baik dan maju, buku-buku yang tersebar murah, expo elektronik, pertunjukan budaya, workshop,  seminar, debat, perlombaan, dan sebagainya bukan cuma tak jarang ditemui, namun seringkali terdapati. Ini baik sebagai pendukung berstudi para pelajar, sebab semua yang dibutuhkan ada.
            Rasanya beruntung saja saya menikmatinya, mengingat bebas biaya kuliah dan cekokan uang jatah dari negara yang saya terima tiap bulan, bersyukur sekali menyadarinya. Tapi, apa betul saya memang bersyukur? Lantas, bagaimana dan seperti apa wujud dan ejawantah syukur yang terlakukan? Ini sesuatu yang sangat signifikan dipertanyakan.

0 comments:

Posting Komentar