Dear kekasih.
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
berkali-kali aku termenung lama di tiap hariku menghalusinasikanmu.
kapan kamu datang untukku?
#15/3/13
Dear kekasih.
Ada rindu untukmu.
Kapan kamu berencana menyapaku?
#16/3/13
Dear Kekasih.
Ini hatiku. Satu untukmu, satu untukku.
Mana satu hatimu yang akan kau pasangkan buatku?
#17/3/13
Dear Kekasih.
Kamu tau? Allah terus saja adil untukku, tapi bukan aku untuk-Nya.
Kiranya kau bisa mengajakku untuk menformulasikan cinta sepenuhnya buat-Nya
melalui (mencinta)mu.
#18/3/13
Dear Kekasih.
Mungkin aku terlalu lama tidur bermalas-lemas. Tidak ada semangat dalam
hariku. Tidak miliki mimpi untuk diraih, karna tak pernah menyentuh yang
namanya mimpi. Mimpi yang ada selama ini cuma halusinansi belaka, bukan
imajinasi.
Kuliahku nggak terurus.
Hidupku nggak ada warna. Statis. Statis. Statis. Nggak nengok (wacana) alam,
nggak nengok literatur. Rasanya aku perlu kamu biar interaksiku dengan dunia menyenangkan.
Menarik. Karena aku tak mencintai siapa-siapa dan apa-apa sehingga gairah tak
ditemu dalam diriku. Aku perlu kamu.
emm... aku bingung mau memanggilmu apa. Kasih? emm... mungkin di lain waktu
aku menyebutmu cinta.
Kasih, hari tadi aku
presentasi kuliah ngebahas cinta, atau hubb dalam al-Quran. Cinta tidak
sesederhana yang ku tau ya. Kayaknya perlu bersuhuf-suhuf buat mengerti
bagaimana saja cinta itu. Kata pakar bahasa yang concern dalam ilmu ma’ani
(fan ilmu balaghah) ngomong kalo cinta itu kecenderungan
instingtif terhadap suatu objek. Bila rasa itu sudah tertanam kokoh, sababah
namanya. Jika terus menggelora dan bergejolak, gharam namanya. Sampai ia
benar-benar merindu, isyq’ sebutnya. Lalu ada syaghaf yang
artinya cinta nancep begitu kuat. Ketika hal itu mencapai pada titik ekstrim,
ini subhanallah... yang ada ta’abbud atau penghambaan diri pada
yang dicinta.
Hmm... rasanya pengen ngalamin skema cinta itu. Pasti indah ketemu titik
ekstrim: ta’abbud. Tentu saja bukan denganmu, kasih. J Tapi Allah. Kau tidak cemburu, kan. Tentunya
dikau sudah mengerti.
Aku perlu kamu untuk mengantarku. Kita sama-sama ya. J
#19/3/13
Dear Kekasih.
Kasih, ada banyak akun
di twitter atas nama brokenheart, sakit ati oleh cinta lalunya.
Ngomongin kenangan indahnya. Di ujung kalimat, ada ocehan benci dan sedih,
di-uleg jadi satu. Aku tak suka liat itu, tapi aku juga ketawa oleh sebagian
statusnya yang layak dikatawakan.
Aku tak suka celoteh
galau, ngenes dengan cinta, terinjak-injak oleh cinta. Ah mereka saja yang
menikmati penderitaannya. Enggan move on. Nyaman pada titik koordinat
galau. Aku rasa begitu.
Kasih, aku tak mau seperti itu. Aku tau, kau juga sama tidak menginginkan
itu. Aku mau kamu sama aku jadi pilihan seterusnya, satu sama lain senantiasa
mencinta, hingga menyandang pengantin dan selamanya bergandengan. Kamu mau,
kan. J
Aku menunggumu, tapi jangan lama-lama. J
#20/3/13
Dear Kekasih.
I’m nearly forget to write a latter for you, dear. For this day. Or have
did it, coz this midnight already past on 21th of March. Now at 00.51 am, its
mean already on 22th of March. So sorry, dear. I’m just eager to watch the
movies. It is not mean that women is not more interest than movies. That is
another matter, right?
(Aku hampir-hampir
lupa nyerat surat buatmu, cinta. untuk hari tadi. Atau sudah lupa, karna tengah
malam ini sudah melewati tanggal 21. Sekarang pukul 00.51 WIB, artinya telah
berada pada 22. So sorry, dear. Aku bernafsu nonton movie barusan. Ini bukan
berarti wanita tidak lebih menarik dari movie. Lain hal kalo itu, ya kan)
Beberapa hari lalu, aku
dapati sebuah status yang kurang lebih: “nyatanya wanita tidak lebih menarik
dari bola.” kata status di fesbuk seorang perempuan. Mungkin untuk
pacarnya. Tentu saja aku tak setuju. Beberapa minggu sebelumnya aku juga ketemu
status fb teman cewek (lain lagi) yang menggerutu, berceloteh kalo ia diacuhkan
pacar karena lagi nonton bola. Jelasnya ia ingin mengatakan, pacarnya lebih
milih dan mementingkan bola daripada dia. “Egois”, kataku
Ini persoalan lain, aku pikir. Pengen-pengen aku komen: “Apa kamu juga
mau mengatakan: nyatanya wanita tidak lebih menarik dari makan. Atau: nyatanya
wanita tidak lebih menarik daripada pekerjaan. Atau lagi: nyatanya wanita tidak
lebih menarik daripada kuliah. Atau lagi: tidak lebih menarik daripada mandi,
tidur, ato BAB, sepatu, celana.” Ini lain dari masalah relation
antar pasangan/pacar. “memangnya mau, perempuan di-sama-samain sama celana,
sepatu, ato BAB?”. Semua benda dan aktivitas itu merupakan sisi lain dari
seorang laki-laki, begitu juga perempuan. Mereka butuh semua itu. Hidup itu
bukan saja bercinta dengan pacar, kan. Ada makan sebagai kebutuhan, ada
pekerjaan sebagai kebutuhan, ada kuliah, sepatu, tidur, BAB sebagai kebutuhan.
Termasuk bola juga sebagai kebutuhan. Nonton bola itu kesukaan dan hobi. Hobi
itu perlu dalam hidup kita. Karena ia menyenangkan, maka bisa sebagai tombo
kejenuhan. Biar nggak bosen, kerja terus, kuliah terus, dan lain sebagainya.
Bukankah begitu? J
Dear, kita bangun cinta dengan saling mengerti. Kalopun satu sama lain
nanti ada yang cemburu dengan aktivitas yang masing-masing laku, bukankah itu
bumbu roso katresnan kita. J
#peralihan 21 menuju
22/3/13
Dear Kekasih.
30 hari itu lama ya. Rencananya serat surat ini diproyeksi sampai
tengah april nanti. Tapi sampai hari ke-8 ini kok rasanya lama. Nggak sabaran.
Meski nanti entah bagaimana aku layangkan untukmu. Tapi sebenernya nggak ada
niatan untuk melayangkannya sih. Mungkin hanya aku cantelkan di note
fb-ku saja dan untuk dibaca siapa saja. Siapa tau . . . kamu membacanya. J supaya kamu segera datang bukan hanya
menyapa, tapi selamanya.
Segeralah menghampiriku. Tapi bukan artinya aku tak mau mancarimu.
#22/3/13
Deat Kekasih.
Mataku
menangkap-nangkap, cinta. ke sembarang sudut, mengkhayalkan dirimu. Wajahmu ada
di wajah mereka. Tidak tanggung-tanggung aku menyorot, tiap perempuan berparas
cantik yang aku amati. Tentu saja aku menaruh harapan kamu ada di sana.
Selanjutnya bagaimana aku mengambilmu. Kau tak jua ada menghampiriku. Aku
bingung dirimu yang mana. Aku tak bisa terus menebak-nebak. Kata seorang teman,
“ini urusan hati, tak bisa direkomendasikan, atau urusan selera, tinggal
bagaimana kamu mendekatinya,” cobaku mencari jawaban dari teman.
Ayolah... aku tak bisa menentukanmu. Aku terlalu memilih-milih mana yang
pantes untukku ada di dirimu, bukan mana yang pantes dirimu untukku. Aku
menginginkanmu (segera).
#23/3/13
Dear Kekasih.
Istirahat dalam kepikiran kamu. Tapi tak istirahat berkhayal kamu. Ada
selinap-selinap bayangan di mataku. Entahlah. Tentu saja aku masih berkobaran
mengharapmu. Tapi aku istirahat dalam kepikiran kamu.
Kamu tak apa, kan? Baik-baik dulu ya.
#24/3/13
Dear Kekasih.
Aku selalu gagal untuk
coba menyapamu. Aku ingin obrolan di dumay (dunia maya), tapi pikirku
sebaiknya jangan. Cuma ganggu aktivitas kuliah, katanya. Aku ingin obrol di
hape, “sebaiknya jangan” katanya lagi. Bikin lalai sinau nanti.
Aku juga jengkel.
Rasa-rasanya ada bejibun hal yang perlu diketahui. Dan itu melalui belajar yang
semestinya menyita waktu. Tapi aku selalu gagal juga. Biasanya aku bingung
karena kebanyakan kajian. Tapi parahnya, uniknya, ujung-ujungnya nggak pernah
jadi untuk baca (belajar) oleh karena kebingungan itu. Akhirnya, waktu yang
sia-sia.
Cinta, gimana ini?
#25/3/13
Dear Kekasih.
Maaf, cinta. semalem hampir semaleman aku tidur: sedari jam 7 sampek jam 5.
Tentu saja belum isya’an. Tak ada yang membangunkan untuk tanya: “bug
bug bug. Zam, sudah shalat isya’?” sebenernya sempat melek (entah jam
berapa), tapi kembali tepar. Ah, secapek apa aku? Tadinya cuma ngantuk saat nderes,
tapi kuat-kuatnya sampek 10 jam. Tidur apa semaput itu?!
Maaf, cinta. begini lah
kesemrawutan hidupku. Aku mulai nggak bisa ngatur diri. Barangkali ada banyak
dosa. Maaf...
Kemaren sore, aku sempat
membayangkan: Guru anak-anak (TK) itu menyenangkan ya, pinter bergaul dengan
bocah-bocah, bisa menarik mereka. Aku jadi pengen istriku itu guru TK. Tentu ia akan lihai berobrol gaul dan menarik
dengan siapa saja. Orangnya asyik pastinya. Tapi bukan bermaksud kamu harus
jadi guru TK, cinta. Cukuplah jadi dirimu sendiri. Kalau kau pandai bergaul dan
membuat anak-anak tertarik, mengapa tidak?
Dear kekasih.
. . . . . . . . . .
#26-27/3/13
Dear Kekasih.
Aku mulai bingung mau nyerat apa buat kamu. Yang jelas, aku tak
sempat (pernah) bingung untuk merindukanmu.
#28/3/13
Dear Kekasih.
Kali kedua aku ngopi di
warung kopi. Biasanya, aku lebih suka nyeduh kopi sendiri di atas ranjang
(menikmati secara pribadi). Tentu saja hal itu lebih murah, di luar bisa
berkali lipat dari biaya ngopi sendiri. Tapi tak apa sesekali di warung kopi
sambil biar tahu sosial interaksi kaum muda jogja lingkup warung kopi.
“biar tahu” bukan saja
biar tahu, tapi perlu. Kita perlu tahu dunia orang lain, itu muthlak
diperlukan. Masuk di dunia mereka itu perlu, bukan ekslusif hidup di egosentris
sendiri. Main kartu dan umpatan, pahami saja pikirannya atau ambil nilainya.
Begitu kan, cinta...
kita nggak perlu sok-sok’an nggak nimbrung ke bukan dunia kita. Kita perlu
paham dunia orang lain supaya tidak salah paham dengan hidup orang lain.
Selama ini aku egois,
melakukan duniaku sendiri, mengerjakan tugasku sendiri, padahal aku perlu orang
lain, nggak bisa jalan sendiri, tapi maksain diri melaku sendiri-sendiri. Ah aku
pinta kamu saja buat temani aktivitas kerjaanku, aku malu minta ajar
teman-temanku.
Eh, aku salah ya ambil sikap. Duuh...
#29/3/13
Dear Kekasih.
Cinta, aku sempat
berpikir untuk membuat jeda seratan surat ini. “Menunda”, bahasa lainnya.
Maksudku, sementara aku mendek buat ngelanjutkan seratan surat ini. Rasanya ada
banyak tugas yang memaksaku untuk memberi perhatian lebih, karena kalau nggak
begitu, “teter” kuliahku. Gimana menurumu?
Tidak usah kau khawatir, selalu ada semayam pikiran tentangmu di sela
aktivitasku.
#30/3/13
Dear Kekasih.
. . . di sela-sela aktivitasku, hari ini, sore ini, setelah membuka mata
dari qailulah, rasanya amat sangat merindukanmu, cinta. . . sangat terasa.
Ada pada titik kerinduan yang teramat sangat.
#31/3/13
0 comments:
Posting Komentar