Judul : Aliran Aliran Moderen Dalam
Islam
Penulis : Hamilton Alexander Rossken Gibb
Penerbit :
Raja Grafindo Persada
Tahun
Terbit : 1993
Judul
Asli : Modern Trends in Islam
Penerjemah : Drs. Machnun Husein
I.
Pendahuluan
a.
Mengapa
memilih buku ini
Memandang perkembangan islam dimana muncul aliran-aliran modern
yang berbeda dengan dulu, dan terjadi kontra antara kalangan ulama kuno dengan
kalangan modernis, kiranya perlu adanya pengkajian faktor penyebab hal itu.
Dalam hal ini, H. A. R Gibb dengan “Aliran-aliran Moderen dalam Islam” bisa
menjadi rujukan untuk mengetahui seperti apa dan bagaimana aliran modern islam tersebut
dibawa oleh kalangan modernis.
b.
Tujuan
Pembahasan
Mengetahui historisitas kemunculan aliran-aliran modern islam.
Mengetahui
bagaimana dan seperti apa aliran-aliran modern islam.
c.
Outline
Dalam bukunya “Aliran-aliran Moderen
dalam Islam”, H.A.R. Gibb menjelaskan pada pembahasan pertama tentang
dasar-dasar pemikiran islam. Sebagaimana yang kita ketahui dan kita akui bahwa
umat islam mendasarkan pemikirannya kepada Al-Qur`an, kitab suci yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad yang diakui umat islam sebagai firman Allah.
Kemudian hadits sebagai rujukan kedua, diikuti ijma’ dan ijtihad. Namun dasar
pemikiran yang terakhir ini mengikis setelah timbul kekhawatiran ulama’
ortodoks (kuno) dengan adanya penafsiran subjektif dan menyebabkan perpecahan.
Gibb,
pada pembahasan kedua, membicarakan ketegangan yang terjadi dalam islam pada
abad 18-19. Diawali permasalahan mutakallimun --yang telah terpengaruh
filsafat yunani—ingin memadukan agama dengan filsafat. Mereka tidak
diperbolehkan mempermasalahkan kebenaran-kebenaran agama yang seharusnya
dipertahankan. Dalam hal ini, ulama’ mengharapkan ilmu kalam harus secepatnya
berhenti. Akan tetapi mereka masih berjalan terus, sehingga akibatnya umat
islam menjadi goncang antara berhenti dan lanjut mempelajari ilmu kalam.
Mengenai hal tersebut, mutakalillimun berargumen bahwa mereka mengganti
ajaran alam semesta (kosmologi) dari pemikiran spekulatif yunani dengan
ajaran-ajaran positif dari al-Qur`an, jadi semua pemikiran yunani terlepas dari
dalam teologi (ilmu kalam).
Muncul
ajaran sufisme dari mutakallimun yang masuk ke dalam panteisme, yaitu aliran monis yang menyatakan imanensi-Nya dalam
setiap bagian alam semesta. Oleh sebagian ahli kalam menganggap paham ini
menyimpang dan tidak sejalan dengan ajaran transendental dari al-Qur`an.
Terdapat reaksi oleh gerakan wahabi yang bersikap keras dan tidak toleran
terhadap peribadatan-peribadatan yang sudah diterima umat dari paham sufisme
tersebut. Ia menganggap mereka telah mengingkari ajaran transendental yang
murni dan melepaskan status mereka sebagai mukmin.
Selanjutnya,
wahabi dimana mengusung paham pembaharuan teokratik evolusioner yang menentang
islam “murtad”, dianut oleh gerakan-gerakan pembaharuann di India, Libya,
Turki, Mesir, dan sebagainya. Dorongan pemikiran teokratik evolusioner juga
menjadi landasan kegiatan tokoh-tokoh kebangkitan kembali islam, seperti
Jamaludin al-Afgani yang membawa gerakan Pan-Islamisme, Muhammad Abduh yang
mereformulasi gerakan al-Afgani dengan memisahkan antara unsur agama dalam
gerakan pembaharuan dengan pengaruh-pengaruh emosional dalam program revolusioner.
Bagian
ketiga, Gibb memaparkan prinsip-prinsip modernisme. Modernisme sendiri pada
umumnya merupakan produk dari pengaruh-pengaruh Eropa. Pada abad ke-19,
pandangan dari kaum terpelajar yang telah dijangkau pemikiran modern cenderung
menyatakan Tuhan itu imanen, bukan transenden. Ini diperkuat dengan konsep
evolusi mereka. Dengan gagasan evolusi, mereka pula menyatakan bahwa untuk
mendapatkan pengertian yang benar tentang ide apapun, sistem harus ditempatkan
pada apa yang berlaku sebelumnya dan dilihat sebagai bagian dari proses
pertumbuhan yang berjalan secara berangsur-angsur. Dan kemudian muncul sikap
menyelaraskan dunia dan peradabannya ke arah imanentisme.
Gibb mengatakan
prinsip esensi dalam modernisme adalah prinsip protes terhadap hak untuk
mengkaji secara bebas sumber-sumber islam. Mereka ingin menerapkan pemikiran
modern dalam penafsiran mereka dan tidak lagi ikut konstruksi-konstruksi ajaran
yang dirumuskan para ulama dan fuqoha` terdahulu.
Berikutnya,
dalam pembahasan “Agama Kelompok Modernis”, terdapat kelompok apologetika
(kelompok yang membela dan membuktikan kebenaran yang sudah diyakininya sebagai
suatu yang benar) mengesampingkan masalah-masalah yang bersifat fundamental dan
memusatkan diri pada persoalan pokok, yaitu kesempurnaan al-Qur`an dan
kesempurnaan pribadi Muhammad. Bagi generasi muslim modern, secara esensial
menuntut penafsiran kembali secara utuh yang menekankan kebenaran kandungannya
bukan kebenaran spiritualisnya. Oleh karenanya, mereka membuang cara penafsiran
ulama terdahulu.
Pribadi Muhammad
sebagai pokok pusat persoalan kedua, memberikan etos khas kepada kelompok
modernis dalam kadar yang begitu besar sehingga tidak hanya terbatas pada
kelompok moderis semata, tapi praktis diikuti oleh seluruh umat islam juga. Pengaruh
utama modernisme diarahkan untuk mengganti penyembahan Muhammad secara
emosional dengan ajaran agama yang didasarkan atas pertimbagan rasional dan
yang efektif secara spiritual.
II.
Biografi Tokoh
Sir Hamilton Alexander Roskeen Gibb dilahirkan di
Alexandria Mesir pada tanggal 2 Januari 1985 M. Ayahnya, Alexander Grawford
Gibb adalah putra John Gibb dari Gladstone, Renfrenshire Scotland yang pada
waktu itu menjadi manager pertanian untuk Aboukir Land Reclamation Company.
Sesudah ayahnya meninggal tahun 1897, ibunya Jane Ann Gardner yang berasal dari
Greenock Scotland berangkat ke Alexandria dan bekerja sebagai guru di Church of
Scotland Girl's School.
Hamilton dalam usia lima tahun dipulangkan ke Scotland
untuk memasuki sekolah dasar. Sesudah belajar empat tahun maka dia memasuki
Edinburgh High School tahun 1904 dan terus belajar disana sampai tahun 1912.
Dalam waktu yang cukup lama ini, dia dua kali pergi ke Mesir untuk menikmati
liburan musim panas. Di samping belajar di sekolah, dia juga menambah
pengetahuannya dalam mata pelajaran bahasa Pernacis, Jerman dan Ilmu Alam. Pada
tahun 1912 dia memasuki Edinburgh University dan pada tahun pertama di
universitas tersebut terdapat mata pelajaran bahasa-bahasa Semit, Hebrew, Arab,
dan Aram. Profesor dalam mata kuliah bahasa Hebrew A.R.S. Kennedy merupakan
guru besar yang sangat baik bagi Hamilton, sedangkan bahasa Arab hanya
diajarkan oleh seorang lektor yang masih muda bernama Edward Robertson (untuk
selanjutnya menjadi guru besar dalam mata pelajaran bahasa-bahasa Semit di
Manchester) yang merupakan mata pelajaran yang belum begitu mendapat perhatian.
Pada tahun 1913, ibunya meninggal dunia ketika dia masih berada ditingkat II
Universitas Edinburgh.
Pada waktu itu, Universitas Edinburgh sebagaimana
universitas-universitas lain di Inggris mempunyai suatu seksi tempat melatih
perwira-perwira militer, terutama dalam bidang artilery. Hamilton mengajukan
lamaran untuk bidang ini dan diterima untuk dilatih sebagai perwira artilery.
Sewaktu pecah perang dunia pertama tahun 1914, mereka yang mengikuti latihan
artilery dimasukan ke dalam kesatuan artilery Officers' Training Unit sebagai
instruktur dan terus bertugas disana sampai dia dipindahkan ke South Midland Brigada
yang didalam tugas ini, ia berangkat ke Perancis pada bulan Februari 1917. Dia
bertugas sebagai anggota angkatan perang disana dan di Italia sampai perang
berakhir tahun 1918.[1]
Setelah
perang, Gibb melanjutkan studi tentang Arab di School of Oriental and African
Studies, London University. Memperoleh gelar MA tahun 1922 dengan tesis “Arab
Conquests of Central Asia”. Dari tahun 1921 sampai 1937 mengajar tentang Arab
pada School of Oriental Studies dan menjadi profesor di sana pada tahun 1930.
Selama waktu itu, ia menjadi editor Encyclopaedia of Islam.
Pada
1937, Gibb dinobatkan oleh D. S. Margoliouth sebagai Laudian Professor of
Arabic dengan kenggotaannya pada St John’s College, Oxford, dimana ia
tinggal untuk 8 tahun. Bukunya, Gibb’s Mohammedanism dipublikasikan
tahun 1949, menjadi teks dasar yang digunakan oleh pelajar barat tentang islam.
Di tahun 1955, Gibb menjadi “The James Richard Jewett Professor of Arabic” dimana
gelar kehormatan ini dianugrahkan kepada ilmuwan pilihan. Belakangan,
selain sebagai profesor di Harvard University, ia menjadi direktur Harvard
Center For Middle Eastern Studies dan memimpin “The Movement in American Universities”
untuk mengatur pusat pengkajian wilayah, besama para pengajar, peneliti, dan
pelajar yang berbeda disiplin dalam studi budaya dan masyarakat sebuah wilayah
di dunia.[2]
Hamilton Alexander Rossken Gibb adalah seorang tokoh
orientalis terkemuka, terutama sehabis Perang Dunia Kedua (1939-1945). Banyak
karyanya mengenai Islam, Baik bersifat makalah maupun buku. Karyanya berjudul Mohammedanism,
yang telah disitir sebagian ungkapan didalamnya, amat terkenal dan berpengaruh
kuat sekali dewasa ini, terpandang sebagai buku yang dinamik dan menarik untuk
ditulis ulang oleh sarjana terkemuka (dynamic and interesting volume written
by a noted scholar).[3]
Pemikiran Gibb sendiri lebih menfokuskan kepada tradisi
Islam dari nabi Muhammad atau sunnah nabi yang di anut oleh kaum ortodoks.
Karya umum Gibb tentang Islam lebih banyak mengenai hal-hal yang bersifat
metafisika, seperti kegiatan kesufian dan lain-lain. Karya Gibb dapat dikritisi
dalam kendala-kendala metafisika yang ia temui, yang menurutnya bahwa
kemunduran pemikiran Islam karena menyukai pemikiran-pemikiran sufistik dan
mistis, seperti di dalam karya-karyanya di Modern Trends In Islam dan Muhammadanisme.
Gibb lebih suka menyebut Muhammadanisme karena menurutnya Islam
sebenarnya didasarkan pada suatu gagasan estafet kerasulan yang diakhiri oleh
Muhammad.[4]
Gibb sangat masyhur karena karya-karyanya
dinilai bermutu tinggi. Tiga bidang yang menjadi pusat kajian Gibb adalah
sastra Arab, sejarah Islam, dan pemikiran politik keagamaan dalam Islam.
Diantara karya-karyanya ialah:
a)
Mohammedanism An Historical Survey
b)
Studies on the
civilization of Islam
c)
Islam A
Historical Survey
d)
The Conquests in Central Asia, dll.
III.
Metode dan Pendekatan
Tampak dari bukunya “Aliran Aliran
Modern Dalam Islam”, metode yang digunakan H.A.R Gibb dalam meneliti
aliran-aliran itu adalah bersifat eksploratif deskriptif. Ia mendiskribsikan
secara mendalam tentang dasar pemikiran islam, ketegangan yang terjadi dalam
islam, prinsip-prinsip modernisme, agama kelompok modernis, dan seterusnya
dengan menggunakan data-data pustaka. Ini terlihat pada banyak catatan-catatan
kaki yang merujuk pada bulu-buku, baik dari kitab islam sendiri maupun buku
para orientalis. Sedang pendekatan yang digunakan bersifat historis, yakni ia memaparkan
semua bahasan dalam bukunya dengan dukungan
data-data historis.
IV.
Pokok-Pokok Pemikiran Tokoh
Mengenai
pengakuan umat islam terhadap al-Qur`an sebagai dasar pemikiran, Gibb menilai bahwa
itu bukanlah sekedar dogma teologik yang diwariskan turun-temurun selama beratus-ratus
tahun. Sebaliknya, ia merupakan keyakinan hidup yang senantiasa memberikan
kehidupan baru dan tertanam mendalam di hati dan pikiran umat islam, sehingga
ia dijadikan sebagai landasan pemikiran islam.
Menurut
Gibb, hadits mencerminkan pemikiran Muhammad, karena hadits secara keseluruhan digunakan
untuk mengesahkan pandangan ulama dahulu, sehingga banyak madzhab modernis
menolak otoritasnya. Konsepsi islam tentang kesepakatan yang memiliki otoritas
(ijma’) tidaklah konsisten terhadap asas islam yang menyatakan behwa demokrasi
spiritual islam bersifat total. Sedang dalam ijma’ memerlukan kesepakatan dari
hierarki tertentu.
Terhadap
sikap kalangan modernis yang menolak adat ibadah umat islam warisan ulama
terdahulu, Gibb memandang mereka dilumpuhkan oleh kontradiksi intelektual dalam
dirinya dan diselewengkan oleh nafsu yang berlebihan sehingga menjadikan
dirinya bersikap apologis. Mereka terlalu gegabah mamahami adat kebiasaan umat.
Kepada ulama, Gibb juga memandang bahwa sikap mereka tidak terkait dengan
pemikiran masa kini. Argumen-argumen mereka tidak meyakinkan karena bahasa yang
digunakan bercorak kuno, asing di telinga dan mata, terkesan mereka tidak
membawa pesan untuk kepentingan masa kini.
Warisan
keagamaan islam terancam oleh tiga kekuatan dari dalam islam sendiri, yakni menempatkan
duniawi serta utilitarian sebagai pengganti ajaran transendental, menempatkan
tuhan palsu di samping Allah dalam bentuknya yang lunak dan terasa tidak
berlawanan dengan pemikiran islam, kemudian menganggap kebenaran dapat ditegakkan
dengan kekerasan.
Gibb
menyatakan islam adalah agama yang hidup dan vital, yang menghimbau hati, akal
dan kesadaran puluhan dan ratusan juta manusia, yang memberikan mereka
nilai-nilai yang baku agar dapat hidup jujur, dapat mengendalikan diri dan
takut kepada Tuhan. Bukan islamnya yang beku, melainkan formulasi-formulasi
ajaran ortodoksnya, teologi sistematiknya, dan apologetik sosialnya. Ada kesalahan
penempatan yang ditemukan pada pengikutnya, yang menyebabkan islam dipandang
sebagai ajaran yang beku.
Para ulama terlalu
cepat menerima aspek-aspek negatif filsafat Yunani. Padahal ada segi positifnya
dimana teologi islam dapat diformulasikan. Melalui teologi (ilmu kalam),
pemikiran islam dapat diselamatkan dari bahaya pemikiran romantik, yaitu
intuitif dan imajinatif murni terhadap persolan-persoalan. Dan di sini lah
pemikiran ortodoks berhenti dan terjadi pembekuan ajaran. Tentang kegagalan
untuk maju, Gibb mengatakan bila hal itu disebabkan oleh penempatan metode dan
pemikiran historik di bawah dogma keagamaan.
V.
Analisis Terhadap Tokoh
Menilik buku “Aliran-aliran modern
dalam islam”, H.A.R. Gibb memang telah berstudi islam. Ini tampak dari
tulisannya yang secara objektif membahas keadaan islam dan orang-orangnya yang
konservatif dan modernis membawa islam. Ia menyuguhkan data-data faktual
mengenai dasar islam, ketegangan islam, prinsip modernis, dan pemikiran ajaran
kelompok modernis yang terjadi dan berkembang dalam kurun abad 14-19.
Kendati ia beragama kristen, Gibb
tidak lantas membela agamanya yang oleh kelompok konservatif mengatakan bahwa
modernis ialah kembangan pemikiran dari kristen. Ia berdiri secara objektif
mengkritik pihak islam sekaligus kristen sendiri. Pemaparan penilaian dalam
bukunya mengatakan data-data yang bisa dibuktikan kebenarannya.
VI.
Kesimpulan
Aliran modern
islam muncul dari kalangan modernis yang ingin menerapkan penafsiran al-Qur`an
secara bebas dengan pemikiran modern mengikuti perkembangan masa tanpa lagi
ikut konstruksi ajaran ulama terdahulu yang dianggap keliru cara
peribadatan-peribadatanya yang cenderung sufisme.
VII.
Daftar Pustaka
Souyb, Joesoep. Orientalisme Dan Islam. Jakarta: Bulan
Bintang, 1985.
Said, Erward W.
Orientalisme terj. Achmad
Fawaid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Umar, A.
Muin. H.A.R. GIBB (1895-1970), Jurnal/Journal from digilib-uinsuka,
Wikipedia, the free encyclopedia. Hamilton Alexander Rossken Gibb.
[1]
A. Muin Umar, Jurnal/Journal
from digilib-uinsuka, “H.A.R.
GIBB (1895-1970)” (diaksess pada 04 Januari 2012); dari
[2]
Wikipedia
the free encyclopedia, “Hamilton Alexander Rossken Gibb”
(diakses pada 10 Desember 2011); dari
[3] Joesoep Souyb,
Orientalisme Dan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985) hlm. 115
0 comments:
Posting Komentar